Jumat, 09 Mei 2014

Tauladanku : Sri Sultan Hamengku Bhuwono IX (Tulisan 3)





Bentuk pemerintahan berbentuk kerajaan merupakan sebuah bentuk yang paling kuno dalam sejarah. Dalam bentuk kerajaan, raja memiliki kekuasaan mutlak atas daerah yang dipimpinnya. Dalam sejarah, banyak sekali pemberontakan dan pemisahan dari kerajaan yang tejadi dalam sejarah dunia. Dalam kisah William Wales memberontak terhadap kerajaan Britania Raya sampai ia mati dan disiksa merupakan sebuah bentuk pemberontakan dan pelepasan diri para peasants/petani yang biasanya merasa tidak mendapatkan keadilan. Sering sekali pemicu pemberontakan/pelepasan petani terhadap kekuasaan raja adalah pembagian antara pajak hasil bumi dengan hasil bumi yang menjadi hak petani. Boleh dikatakan raja memiliki kekuasaan mutlak atas tanah yang dikuasainya sehingga rakyat hanya numpang. Dengan demikian, raja yang lalim akan menyebabkan kesengsaraan bagi rakyat. 

Proses perjalanan SSHB IX dari buaian hingga memimpin sebuah kerajaan hingga menjadi salah satu tokoh yang membidani NKRI menunjukkan sebuah proses transformasi sebuah pribadi yang berasal dari kalangan bangsawan menjadi pemimpin yang merakyat. SSHB IX sebagai seorang raja memberikan perlindungan kepada tokoh-tokoh NKRI ketika pertama kali berdiri kendatipun tidak mengenal Soekarno-Hatta sebelumnya.  

Darimanakah asal karakter yang terbentuk pada diri Dorodjatoen ? Apakah merupakan sebuah proses alamiah ataukah bentukan. Seorang pemimpin yang berkarakter seperti SSHB IX sangatlah langka. Bagaimanakah bisa terbentuk karakter seperti itu ? 

Konsep kepemimpinan Jogjakarta sebenarnya bersumber pada kepemimpinan yang berkesadaran diri (self-awareness leadership) yang berporos pada “mingising budhi” atau kemunculan akal budhi yang dirahmati. Kepemimpinan yang demikian berawal dari kepemimpinan diri, yaitu bagaimana mengendalikan diri. Banyak sekali pemimpin yang tidak bisa mengendalikan diri.
Sebagai seorang putra mahkota, Dorodjatoen sudah sejak kecil dipisahkan dari dunia kraton dan dititipkan pada keluarga Mulder. Sejak kecil, ia tidak mengalami nyamannya berada diantara danyang-danyang istana. Barangkali pendapat bahwa pendidikan yang memanjakan anak akan merusak anak ketika ia dewasa betul adanya. Banyak sekali raja-raja jaman dahulu yang tidak bisa menjadi raja yang bijaksana karena belum pernah mengalami susahnya kehidupan.

Dorodjatoen menyelesaikan pendidikan HIS di Jogjakarta, MULO di Semarang dan AMS di Bandung serta pendidikan tinggi di Universitas Leiden. Sebelum menyelesaikan pendidikan di Leiden, pada tahun 1936, beliau harus pulang memenuhi panggilan ayahanda untuk menggantikan beliau. Beliau tidak sempat menyelesaikan studi karena harus memenuhi panggilan itu. Berdasarkan informasi terbaru, pada tanggal 27 Februari 2014, Universitas Leiden memberikan penghargaan diploma kepada Sri Sultan Hamengku Bhuwono IX dan berkas administrasi kepada Sri Sultan Hamengku Bhuwono IX di Yogyakarta. (http://rrijogja.co.id/headline-news/4975-universitas-leiden-berikan-penghargaan-diploma-bagi-sri-sultan-hamengku-buwono-ix)

Berdasarkan proses perjalanan pendidikan karakterinya, Sri Sultan Hamengku Bhuwono IX tidak mengalami perlakuan khusus, kecuali bahwa beliau mendapatkan kesempatan belajar sampai setinggi-tingginya bagi seorang pribumi yang bangsawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar