Jumenengan Nata
atau prosesi pelantikan menjadi raja terjadi pada tanggal 18 Maret 1940. Pada
saat itu SSHB IX dengan penuh khidmat membacakan pidatonya yang fonumenal,
karena di dalamnya ada kalimat penegasan mengenai tekad dan jatidiri beliau
dalam memimpin.
Walaupun
saya telah mengenyam pendidikan Barat yang sebenarnya, namun pertama-tama saya
adalah dan tetap orang Jawa.
Pada saat Sekutu
kalah melawan Jepang dan Jepang menguasai Hindia Belanda, pada waktu itu para
bangsawan ketakutan dan mengajak SSHB IX untuk mengungsi, namun justru SSHB IX
menguatarakan :
Apa pun yang terjadi, saya tidak akan meninggalkan
Yogya. Justru bila bahaya memuncak, saya wajib berada di tempat, demi
keselamatan keraton dan rakyat
Karena
keberanian dan kecerdasan beliau dalam menghadapi Jepang yang kejam dan
otoriter, maka SSHB IX kemudian memerintahkan pembangunan Selokan Mataram
dengan alasan bisa membantu Perang Asia Timur Raya yang sedang dikorbankan oleh
Jepang.
Setelah Jepang
kalah Perang Dunia II, peran SSHB IX bukan hanya menjadi raja Mataram, ketika
beliau mendeklarasikan diri
Pada saat
Soekarno-Hatta beserta seluruh jajaran dan staff kabinet NKRI akan kembali ke
Jakarta pada tahun 1949, SSHB IX menyerahkan cek senilai 6 juta gulden kepada
Soekarno-Hatta yang diharapkan bisa dijadikan modal dalam membangun NKRI yang
masih bayi. Pada saat upacara perpisahan dan pemberian cek itu, SSHB IX,
mengakui kemiskinannya seraya mengatakan bahwa, Yogyakarta tidak mempunyai
apa-apa lagi. Beliau tidak mengatakan ‘saya’ atau ‘kraton’, tapi mengatakan
‘Yogyakarta’, sebuah cerminan ‘manunggaling kawula gusthi’ (bersatunya rakyat
dan raja), penghargaan stinggi-tingginya terhadap rakyat jelata yang telah ikut
berjuang.
Dalam suara yang bergetar dan uraian air mata, Soekarno berpidato pendek menanggapi hal tersebut; “Yogyakarta termasyhur karena jiwa-jiwa kemerdekaannya, hidupkanlah terus jiwa-jiwa kemerdekaan itu”.
Dalam suara yang bergetar dan uraian air mata, Soekarno berpidato pendek menanggapi hal tersebut; “Yogyakarta termasyhur karena jiwa-jiwa kemerdekaannya, hidupkanlah terus jiwa-jiwa kemerdekaan itu”.